TKI dan TP Diaudit BPK

logo-bpk-3d-colorAudit rutin ini akan tuntas Juni 2009 mendatang. Audit ini terkait pembaharuan data pembayaran hutang dewan, terutama Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI), tunjangan perumahan dan biaya penunjang operasional pimpinan dewan. Hal ini disampaikan Kepala BPK Perwakilan Bengkulu, Ade Iwan Rusmana.

“Kita akan update data-data keuangan yang ada di Sekwan. Tak hanya Sekwan, ini juga untuk seluruh SKPD di jajaran Pemprov. Termasuk TKI, dari hasil audit APBD 2007 kemungkinan sudah ada yang melunasi. Akan ada data baru lagi berapa sisa yang belum dibayar,” jelas Ade.

Diakui Ade, audit sudah dilakukan bulan lalu. Sayangnya, keterbatasan personel dan bersamaan dengan audit kabupaten lain, maka proses audit belum juga rampung. Terkait utang dewan yang belum dibayarkan, Ade mengatakan BPK hanya sebatas memberi rekomendasi pada pemerintah untuk menagih. Tujuannya tak lain adalah untuk menyelamatkan uang negara, termasuk yang ada di kas daerah.

“Kalau dari segi sanksi hukum apa yang bisa saja dikenakan karena belum mengembalikan TKI, itu wewenang pihak yang berwenang. Kita hanya melakukan audit dan memberikan rekomendasi pada Pemprov dalam hal ini Sekwan. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kalau ditanya masuk kategori korupasi atau tidak jika tak mau mengembalikan, ya silahkan tanyakan pada lembaga penegakan hukum,” tandas Ade.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi, Heri Susanto, S.Pd menyatakan, dana TKI yang dibayarkan Setprov pada 39 anggota dewan ini menjadi hutang bukan atas kemauan dewan. Tapi terjadi akibat aturan pemerintah sendiri yang berubah-ubah. “Waktu kami menerima uang itu, peraturannya jelas kalau kami mendapatkan uang TKI itu. Tiba-tiba direvisi, akhirnya kami disebut berutang,” ujar Heri.

Tahan Diri

Dari 44 anggota dewan provinsi, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak ngutang kelebihan pembayaran Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI).

Sisanya 39 anggota dan pimpinan dewan mengambil insentif yang sempat menimbulkan pro dan kontra dimasyarakat saat pertama kali disahkan melalui PP No: 37/2006 tahun 2006 lalu. Lima orang anggota Fraksi PKS di DPRD Provinsi antara lain Ketua Fraksi PKS Basuki Ali, Lukman, Iip Aripin, Yudi S Abdul Madjid dan Elvis Bakrie.

Ketua Fraksi PKS Basuki Ali mengungkapkan PKS memang mengambil insentif tersebut. Hanya saja uang yang mereka terima sesuai dengan PP yang telah direvisi. Kalau sebelum mengalami revisi didalam PP No: 37/2006 disebutkan anggota DPRD bisa menerima tunjangan sebesar Rp 3 juta dikali 3 atau Rp 9 juta per bulan selama 1 tahun. Totalnya sebesar Rp 108 juta, diptong pajak 15 persen.

Setelah revisi uang yang boleh diterima anggota dewan besarannya hanya Rp 3 juta dikali 1 atau Rp 3 juta per bulan. Totalnya Rp 36 juta, dipotong pula pajak 15 persen. Menurut Basuki, saat itu ada 3 pertimbangan PKS. Pertama karena PP yang dikeluarkan pemerintah belum final karena masih terdapat pro dan kontra dimasyarakat.

Kedua, adanya instruksi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS untuk tidak mengambil TKI sampai ada aturan yang jelas. Ketiga, PKS memperhatikan aspirasi masyarakat yang menentang adanya uang tunjangan sebesar itu untuk dewan.

“Instruki dari pusat kami harus menahan diri. Ternyata benar, keluarlah revisi Perda tersebut. Jadi yang kami terima setelah dipotong pajak 15 persen adalah uang TIK setelah adanya revisi,” demikian Basuki.

Sumber : Rakyat Bengkulu, Kamis – 4 Juni 2009