Sembilan Proyek PUPR Jadi Temuan BPK

BENGKULU – Dinas Perkerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bengkulu akhirnya buka-bukaan terkait paket proyek tahun 2016 yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang belum selesai ditindaklanjuti. Sedikitnya ada sembilan paket proyek lagi yang masih memiliki tunggakan pengembalian kerugian negara yang totalnya tersisa Rp 9,1 miliar.

Sembilan paket proyek tersebut mayoritas pembangunan jalan dan rehabilitasi jalan. Yakni proyek pembangunan jalan Durian Bubur –Pasar Talo dengan kerugian masih tersisa Rp 1,4 juta. Selanjutnya, pembangunan Jalan Banjarsari-Malakoni-Kayu Apuh Pulau Enggano Rp 7,1 miliar. Pembangunan Jalan Pasar Ngalam-Pasar Talo Rp 364,2 juta lalu rehabilitasi Jalan Tanjung Agung Palik-Gunung Selan sebesar Rp 90,1 juta.

Tak hanya itu proyek rehabilitasi jalan Tanjung Kerkap-Lubuk Durian Rp 36,1 juta serta Jalan Gunung Selan-Giri Mulya Rp 181,6 juta. Kemudian pembangunan jalan Sp Gunung Selan-Lubuk Sini Rp 1,02 miliar. Serta rehabilitasi jalan PUT-Kota Padang sebesar Rp 166,4 juta. Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Provinsi Bengkulu, Oktaviano, ST, M.Si mengatakan, pelunasan tunggakan kerugian negara itu harus dikembalikan dalam waktu singkat ini.

Sebab sesuai rekomendasi BPK, harusnya temuan harus ditindaklanjuti selama 60 hari sejak LHP diserahkan. Untuk itu pelunasan tidak akan dilakukan sampai akhir tahun ini. Melainkan secepatnya harus dilunasi. “Sekarang kami akan koordinasi lagi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti masih banyaknya temuan yang belum dikembalikan ke kas negara,’’ ujar Oktaviano kepada RB kemarin.

Diakui Oktaviano, awalnya ada 20 paket proyek yang bermasalah. Tetapi 11 paket sudah mengembalikan kerugian negara sesuai hasil  perhitungan BPK. Untuk itu hasil angsuran para rekanan tersebut, ditembuskan ke Inspektorat Provinsi Bengkulu. Saat ini terkecil tunggakan masih ada Rp 1,4 juta dan terbesar Rp 7,1 miliar.

“Batas waktu yang diberikan Korsupgah KPK kemarin akhir minggu ini. Sehingga masih ada waktu agar rekanan melunasi. Tetapi jika memang tidak diselesaikan, maka secara otomatis akan diserahkan ke penegak hukum. Mayoritas kerugian negara disebabkan dampak dari kekurangan volume dan kelebihan pembayaran. Serta ada juga yang disebabkan kelebihan nilai harga,’’ jelasnya.

Sementara Kepala Inspektorat Provinsi Bengkulu, Massa Siahaan mengakui tidak memiliki kewenangan untuk menagih. Melainkan hanya melakukan pengawasan dan pemantauan. Untuk penagihan atau menindaklankuti temuan adalah Dinas PUPR itu sendiri. “Tugas kami dalam temuan BPK itu mengawasi apakah sudah ditagih dinas teknis atau belum,” terangnya.

Terpisah, anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Helmi Paman, S.Sos meminta agar Plt Gubernur segera merekomendasikan temuan BPK itu ke penegak hukum. Tujuannya agar tidak menjadi penyebab atau kendala bagi Pemprov meraih opini WTP dalam pengelolaan keuangan tahun 2017 ini. Kemudian untuk memberikan efek jera kepada rekanan yang bermasalah.

Kemudian lanjut Helmi, rekanan itu juga harus diblacklist. Artinya tidak diberikan dulu proyek. Sehingga ke depan rekanan yang mengerjakan pekerjaan dapat sungguh-sungguh. Untuk itu kerugian negara itu wajib dikembalikan, jika tidak maka bertentangan dengan aturan dan itu sama saja masuk unsur korupsi.

“Pemda melalui Dinas PUPR janganlah tarik ulur. Tetapkan batas waktunya dan serahkan ke penegak hukum kalau tidak diselesaikan dari waktu yang diberikan. Kita tidak mau Pemprov kembali meraih opini WDP dalam pengelolaan keuangan. Akibat temuan yang lama tidak selesai-selesai,’’ bebernya.(che)

 

Sumber: harianrakyatbengkulu.com