BPK: Kualitas Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Makin Baik

Jakarta, Selasa (12 Oktober 2010)  –  Kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah mengalami peningkatan meski masih ditemukan sejumlah kelemahan. Ketua BPK RI Hadi Poernomo menghargai pemerintah yang bekerja keras memperbaiki tata kelola keuangan negara.
“Perbaikan yang telah dilakukan antara lain di bidang penyusunan sistem akuntansi, teknologi informasi, penyediaan tenaga bidang akuntansi, serta peningkatan sistem pengendalian intern (SPI),” kata Ketua BPK saat menyerahkan Buku Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2010 dalam Rapat Paripurna di gedung DPR, Jakarta, hari ini (12 Oktober 2010).
Hadi Poernomo menjelaskan, BPK pada Semester I tahun 2010 melakukan pemeriksaan pada 528 objek, yang terdiri atas 437 objek pemeriksaan keuangan, tujuh objek pemeriksaan kinerja dan 84 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
Dari 528 objek pemeriksaan, BPK menemukan 10.113 kasus senilai Rp26,12 triliun. Terdapat temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan sebanyak 3.289 kasus dengan nilai Rp9,55 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp93,01 miliar telah ditindaklanjuti oleh auditee dengan penyetoran ke kas negara/daerah selama proses pemeriksaan.
Pemeriksaan keuangan meliputi pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Laporan Keuangan BUMN, dan Laporan Keuangan Badan Lainnya.
BPK selama lima tahun berturut-turut (2004-2008) memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP/Disclaimer) terhadap pemeriksaan LKPP. Pada pemeriksaan LKPP Tahun 2009, yang laporan auditnya selesai pada Juni 2010, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP). Peningkatan kualitas opini LKPP tersebut tidak lepas dari perbaikan pertanggungjawaban keuangan negara yang telah dilakukan pemerintah sesuai dengan rekomendasi BPK.
Demikian pula dengan pemeriksaan atas LKKL dan LKPD. Opini LKKL Tahun 2009 secara persentase menunjukkan adanya kenaikan. Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 57% dari total LKKL yang sebelumnya hanya 41% (tahun 2008) dan 19% (tahun 2007). Sementara opini TMP hanya 10% dari total LKKL yang sebelumnya 22% (tahun 2008) dan 41% (tahun 2007). Untuk pemeriksaan atas LKPD, opini LKPD Tahun 2009 secara persentase juga menunjukkan adanya kenaikan. Opini WTP sebanyak 4% dari total LKPD yang sebelumnya hanya 3% (tahun 2008) dan 1% (tahun 2007). Sementara opini TMP hanya 13% dari total LKPD yang sebelumnya 24% (tahun 2008) dan 26% (tahun 2007).
Pemeriksaan terhadap 78 LKKL (tahun 2009), BPK menemukan 477 kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 650 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dengan nilai Rp4,98 triliun. Selama proses pemeriksaan atas LKKL tersebut, temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan telah ditindaklanjuti oleh auditee dengan penyetoran ke kas negara senilai Rp40,00 miliar.
Untuk pemeriksaan 348 LKPD, BPK menemukan 3.179 kasus kelemahan SPI dan 4.708 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp3,55 triliun. Selama pemeriksaan LKPD tersebut, temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah senilai Rp38,22 miliar.
Pemeriksaan Kinerja dilakukan terhadap objek pemeriksaan sebagai berikut: (1) pengembangan sistem informasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Negara (BKN); (2) penagihan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP); (3) pengelolaan pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga gas uap pada PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB); dan (4) pemeriksaan kinerja lainnya, yaitu pada BKKBN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT Timah (Persero) TBK, dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Hasil pemeriksaan kinerja menunjukkan: (1) pengembangan sistem informasi kepegawaian pada BKN belum efektif; (2) pengelolaan penagihan piutang pajak kurang mendukung optimalisasi tingkat pencairan piutang pajak; (3) kinerja produksi PLTU dan PLTGU telah tercapai di atas target, namun ditemukan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan pada proses pengadaan material atau jasa dalam pemeliharaan pembangkit; (4) penerimaan dan penyaluran alat kontrasepsi belum dikelola secara efektif oleh BKKBN Pusat dan Provinsi Jawa; (5) pengadaan kapal pengawas berupa Lagoon 500 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan belum ekonomis dan efektif; (6) kinerja kegiatan PT Timah (Persero) TBK di Pangkalpinang, Kundur, dan Jakarta tahun 2007, 2008, dan semester I tahun 2009 belum efektif; serta (7) PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero) telah memenuhi indikator kinerja namun masih ditemukan kelemahan sistem pengendalian manajemen.

Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dalam semester I tahun 2010 dilaksanakan atas 84 objek pemeriksaan. Pemeriksaan BPK yang menonjol pada semester ini antara lain PDTT atas pelaksanaan subsidi oleh pemerintah. Dalam semester I tahun 2010, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan subsidi atau kewajiban pelayanan umum (KPU/PSO) pada delapan entitas di lingkungan BUMN, yaitu subsidi listrik pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), KPU pada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero), Perhitungan public service obligation (PSO), infrastructure maintenance obligation (IMO), dan track access charge (TAC) pada PT Kereta Api (Persero), subsidi pupuk pada PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Sriwijaya (Persero)I, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang dan PT Pupuk Kalimantan Timur.
Hasil PDTT mengungkapkan 185 kasus kelemahan SPI dan 795 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp7,55 triliun. Selama proses PDTT tersebut, temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah senilai Rp14,78 miliar.
Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan. IHPS BPK juga memuat hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang mengungkapkan bahwa mulai 2005 sampai dengan akhir Semester I TA 2010, 49.238 rekomendasi (32,82%) senilai Rp269,75 triliun dan beberapa valas belum ditindaklanjuti, dan 32.131 rekomendasi (21,41%) senilai Rp834,15 triliun dan beberapa valas telah ditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi atau masih dalam proses tindak lanjut. Adapun temuan pemeriksaan BPK yang berhasil ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara dan kas daerah selama proses pemeriksaan pada Semester I TA 2010 adalah Rp93,01 miliar, dengan rincian setoran dari pemerintah pusat senilai Rp51,45 miliar dan pemerintah daerah senilai Rp41,56 miliar.
Selain itu, sampai dengan Semester I Tahun 2010, hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana dan telah disampaikan kepada instansi berwenang adalah 293 kasus senilai Rp31,14 triliun dan USD481.38 juta. Sedangkan untuk Semester I Tahun 2010, hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana yang disampaikan kepada instansi yang berwenang sebanyak 29 kasus senilai Rp184,00 miliar dan USD8.83 juta dengan rincian sebanyak 1 kasus senilai Rp7,96
miliar disampaikan kepada Kepolisian, sebanyak 12 kasus senilai Rp79,82 milar dan USD8.83 juta disampaikan kepada Kejaksaan serta sebanyak 16 kasus senilai Rp96,21 miliar diserahkan kepada KPK.

Meskipun telah ada perbaikan pengelolaan keuangan, BPK tetap mendorong pemerintah untuk selalu memperbaiki transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah.

BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI BPK RI

Format PDF