BENGKULU – Bukan hanya kelebihan dana honorarium lembur anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Pilkada tahun 2005 senilai Rp 5,1 miliar yang belum kunjung ditindaklanjuti oleh KPU Provinsi periode 2003-2008, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Bengkulu, Ade Iwan Rusnama, SE Ak MM membeberkan masih banyak Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) DPRD Provinsi Bengkulu yang juga kunjung belum ditindaklanjuti.
Dijelaskan bukan hanya premi asuransi tahun 2008-2009 anggota DPRD Provinsi sebesar Rp 79,2 juta dan biaya referensentasi dan tambahan SPPD Rp 170 juta tahun 2007, tetapi juga tunjangan komunikasi intensif (TKI) Rp 3,98 miliar yang belum kunjung ditindaklanjuti oleh anggota DPRD Provinsi Bengkulu periode 2004-2009.
“Semua rekomendasi mengembalikan dana itu, termasuk dana TKI yang belum kunjung dikembalikan sebesar Rp 3,98 miliar dari total dana Rp 5,1 miliar wajib dikembalikan. BPK akan terus memonitoring pengembalian dana TKI tersebut,” tegas Ade.
Kepada RB, Ade mengatakan dibandingkan kelebihan dana Pilkada Rp 5,1 miliar yang tidak tahu di mana lagi anggota KPPSnya, lebih mudah mencari anggota DPRD Provinsi periode 2004-2009 untuk mengembalikan kelebihan TKI. Menurutnya DPRD Provinsi saat ini sebaiknya mesti juga membahas dan mendorong agar dana TKI tersebut juga segera ditindaklanjuti.
“Kalau mau lebih cepat dan lebih gampang mencarinya TKI lebih mudah,” sindir Ade singkat.
Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi, M Sis Rahman, S.Sos mengatakan tidak mau mengintervensi atau mencampuri agar anggota DPRD Provinsi periode 2004-2009. Menurutnya pengembalian kelebihan TKI yang meski dikembalikan oleh anggota DPRD Provinsi lama merupakan masalah inidividu anggota.
“Bukannya kami tidak mau membahas atau mendorong agar anggota DPRD Provinsi yang lama mengembalikan TKI. Namun kami tidak bisa memaksakan apalagi sampai mengintervensi mereka untuk mengembalikan TKI tersebut,” tandas Sis Rahman.
Sementara itu, Koordinator Pusaki, Melyan Sori mengingatkan agar BPK dan DPRD Provinsi tidak saling melempar tanggungjawab atau lepas tangan atas masih banyaknya rekomendasi yang belum dipenuhi oleh anggota DPRD Provinsi periode yang lama. Menurutnya BPK merupakan lembaga yang mengaudit dan mominotoring memang tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa agar TKi dapat dikembalikan namun, BPK dapat mengingatkan DPRD Provinsi yang baru agar membahas dana TKI tersebut dapat dikembalikan.
“Pasal 7 ayat 1 dan dan 2 UU Nomor 15 tahun 2005 tentang BPK dengan tegas menyebutkan BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan. Jadi DPRD Provinsi tidak boleh pura-pura tidak tahu kewajibannya itu,” tukas Melyan.
Pengamat hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (Unib), Sudirman Sitepu, SH, M.Hum berpendapat meski Anggota DPRD Provinsi tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK, untuk mengembalikan TKI sebesar Rp 3,98 miliar, premi asuransi tahun 2008-2009 anggota DPRD Provinsi sebesar Rp 79,2 juta dan biaya referensentasi dan tambahan SPPD Rp 170 juta tahun 2007 anggpta DPRD Provinsi periode 2004-2009 tidak bisa jerat hukum pindana. Sebab, pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD Provinsi periode 2004-2009 tersebut dikarenakan bukanlah mengandung unsur tindak pidana korupsi. Melainkan pelanggaran administratif.
“Kalaupun dijerat, bukannya ancaman tindak pidana korupsi, melainkan pelanggaran perdata. meski demkian anggota DPRD Provinsi tersebut wajib mengembalikan uang sesuai dengan rekomendasi BPK,” (ble)
Sumber: www.harianrakyatbengkulu.com