BENGKULU – Aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan didesak agar menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap para tersangka koruptor. Jangan sampai undang-undang hanya diterapkan terhadap tersangka tindak pidana umum.
Contohnya tersangka kepemilikan dan bandar besar sabu, Kr yang ditangkap Polda Bengkulu. Beberapa aset kepemilikan Kr disita. “Bagaimana untuk kasus korupsi disinyalir merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah? Diantaranya, kasus dugaan korupsi uang dewan pembina RSMY yang melibatkan 2 mantan direktur RSMY sebagai tersangka,” ujar Koordinator Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki) Bengkulu, Melyansori, Minggu (21/4) siang.
Dibandingkan dengan tersangka sabu, Melyansori lebih setuju bila koruptor yang dimiskinkan dengan undang-undang pencucian uang. Koruptor harus dibuat jera, termasuk pejabat lain yang berniat ingin menguras uang negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Diharapkan dengan itu, dapat menekan tingkat korupsi di Indonesia, terkhusus di Bengkulu yang sudah “menggila”.
“Terkadang orang tidak takut melakukan korupsi. Karena hukumannya tidak sebanding dengan uang korupsi yang diperoleh. Berbeda kalau undang-undang pencucian uang ini dipakai, bisa semua harta yang diduga diperoleh dari hasil korupsi disita dan menjadi aset negara,” kata Melyansori.
Dari survei tahun 2012 yang dilakukan oleh Transparency.org, sebuah badan independen disebutkan dari 146 negara, tercatat Indonesia masuk 10 besar negara terkorup. Adapun tingkatannya dari urutan terbesar yakni Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan dan Rusia. Bahkan kalau tingkat Asia Pasifik Indonesia berada peringkat pertama masuk dalam 5 besar negara terkorup. Disusul dengan Kamboja, Vietnam, Filipina dan India.
“Mirisnya lagi, rillis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Provinsi Bengkulu masuk 10 besar provinsi terkorup didasarkan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2011. Dalam IHP itu, kerugian negara akibat korupsi di Bengkulu mencapai Rp 123.985.400.000 dengan 257 kasus. Kerugian itu terjadi dari tahun 2005-2011. Total untuk 33 provinsi ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,1 Triliun dengan sebanyak 9.703 kasus seluruh Indonesia,” beber Melyansori.
Kondisi itu berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan secara nasional. Seperti hasil penelitian Pakar Ekonomi Rahman Herry B Koestanto diketahui Indonesia tercatat sebagai negara termiskin di dunia dengan urutan ke-68 yang torehan pertahunnya adalah $3,900 dinilai dari jumlah GDP (Gross Domestic Product). Itu karena kurangnya pemanfaatan yang maksimal dalam pengelolaan keuangan.
“Mengejutkan lagi bila kita membaca media massa, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana menyebutkan angka penduduk miskin Provinsi Bengkulu menduduki peringkat kedua posisi peringkat kedua setelah Aceh. Pada tahun 2011, peresentase penduduk miskin nasional mencapai 12,49 persen, maka Provinsi Bengkulu mencapai 17,50 persen,” ujar Melyansori.
Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu Kombes Pol Drs. SM. Mahendra Jaya mengatakan, sangat dimungkinkan tersangka korupsi juga dijerat dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. “Tentu kami akan melihat posisi kasusnya terlebih dahulu, modusnya, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Jika memang memungkinkan, tentu akan kami terapkan,” ujar Mahendra.
Lalu, Polda juga sedang mengusut dugaan korupsi kas Universitas Bengkulu (Unib) sebesar Rp 5,2 miliar dan dugaan korupsi di kantor BPBD Provinsi Bengkulu dalam proyek pembangunan gudang logistik (tahap 3, red) yang diduga merugikan Negara sebesar Rp 1,2 miliar.
Sumber: harianrakyatbengkulu.com